LPRIS

  • Pekarangan
  • Profil
    • Latar
    • Visi dan Misi
    • Program Kerja
  • Seri Kuliah Sosial dan Budaya
    • Kuliah Budaya
    • Kuliah Sosial
    • Diskusi
  • Ebook
    • Buku Sosial
    • Buku Politik
    • Buku Teori
    • Buku Sastra dan Budaya
  • Ragam Tulisan
    • Berita
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Hasil Penelitian LPRIS

Rabu, 28 Oktober 2015

Game of Thrones : Sebuah Kebangkitan Tragedi Yunani

 Elpris     09.18     Esai     No comments   

Oleh Yongky Gigih Prasisko

          Novel Game of Thrones karya George R.R. Martin menjadi terkenal semenjak diadaptasi menjadi film dan disiarkan rutin oleh HBO. Novel dan film tersebut bersifat serial. Saat ini filmnya sampai pada season 5, dan masih terus diproduksi sampai sekarang. Novelnya pun masih belum rampung mencapai endingnya. Saya salut pada konsistensi dan dedikasi sang penulis, George R.R. Martin, yang total dalam mengolah kreativitasnya, baik berimajinasi, bercerita maupun bergelut di dunia kepenulisan, hingga ia masih terus produktif sampai sekarang, meskipun usianya sekarang sudah mencapai 66 tahun.
          Game of Thrones berseting masa kerajaan, diliputi dengan perang dan perebutan kekuasaan. Tujuh kerajaan fiktif yang dihadirkan antara lain Kingdom of The North, Kingdom of The Vale & Sky, Kingdom of Isles & Rivers, Kingdom of The Rock, Kingdom of The Reach, Kingdom of The Stromlands, Dorne. Ceritanya banyak didominasi polemik politik dalam/antarkerajaan. Yang cukup menarik dan menjadi sorotan, bagi saya, dibanding film-film yang sedikit saya tonton, adalah Game of Thrones banyak mengeksplor thanatos manusia seperti kekejaman, seksualitas, dendam, kebencian, kemurkaan, kesakitan, keserakahan bahkan sifat kebinatangan dalam diri manusia. Dalam kebudayaan Yunani, naluri manusia tersebut terwujud dalam dewa yang bernama Dionysian.
           Dalam kebudayaan Yunani, dikenal dua dewa Apolo dan Dionysos, yang merupakan gairah dalam seni, khususnya cerita tragedi Yunani. Nietzsche sempat menulis tentang tragedi yunani dalam bukunya The Birth of Tragedi (buku ini dipreteli habis-habisan oleh seorang filolog Wilamowitz yang menganggapnya kurang ilmiah dan menyesatkan secara filologis. Buku itu lebih berbau filosofis daripada filologis, dan kita melihat Nietzsche dalam kapasitasnya sebagai filsuf). Apolo dan Dinonysos memiliki karakteristik yang saling bertentangan. Apolo merupakan dewa yang penuh keindahan, kenikmatan, adikodrati serta keagungan, sedangkan Dionysos adalah dewa mabuk, liar, tak teratur, merusak dan gila. Ia juga disebut sebagai dewa anggur dan pesta pora. Tragedi Yunani merupakan peleburan jiwa Dionysian dan Apolonian, namun yang lebih dominan adalah Dionysian yang membuat tragedi Yunani bergairah serta mampu melampiaskan hasrat secara dinamis. Tragedi Oceranides, misalnya, benar-benar mampu menghadirkan Promotheus melalui penghayatan seluruh Koor. Musik dan Koor merupakan naluri Dionysos.
           Tragedi Yunani berbeda dengan drama Yunani. Tragedi Yunani tidak hanya menyughkan penampilan yang menghibur, tetapi ia merupakan kehidupan itu sendiri. Sedangkan drama Yunani, seperti karya Euripides yang mendapatkan pengaruh moralitas dari Socrates, banyak mengkastrasi thanatos manusia dan menyuguhkan hal-hal baik, demi memberikan pendidkan tentang manusia bermoral. Masa semenjak Socrates dan para penerusnya merupakan era matinya tragedi Yunani, karena pengaruh logos dan moral yang ketat dalam berkesenian.
Cerita tragedi Yunani merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri, artinya ia menerima kehidupan manusia seluruhnya tanpa mengurangi hal yang buruk, atau hanya menonjolkan hal yang baik. Tragedi Yunani tidak mengenal benar dan salah, atau kebenaran patut menang serta keburukan harus kalah. Benar dan salah tidak dapat dikenali, subjek dan objek pun tak dapat ditentukan, siapa yang menang dan kalah juga tak mampu diidentifikasi. Itulah kehidupan yang sebenarnya. Semua tokoh hadir dalam kompleksitas kehidupannya. Ini berbeda dengan cerita-cerita pada umumnya, seperti narasi superhero yang mampu diidentifikasi siapa yang benar dan salah, menang dan kalah.
          Tragedi Yunani menawakan pembebasan, tidak bersifat ilusi dan khayal, namun pembebasan individu yang nyata melalui persentuhan dengan perasaan yang kompleks. Hal ini terwujud dalam tokoh “satyr” yang mengalami penderitaan yang justru malah membebaskan dirinya dalam sentuhan rasa. Berbeda dengan moralitas yang memberikan pembebasan ilusif, membuai, memberikan ketenangan, kelembutan agar manusia terbius dengan realitas yang dihadapinya. Hal ini terwujud dalam tokoh “Sheperd (gembala)” yang melalui serulingnya berusaha memberikan harmoni untuk menidurkan manusia dalam kenyataan.
          Cerita Game of Thrones mengandung peleburan antara naluri Dionysian dan Apolonian. Ia menggambarkan kehidupan yang sebenarnya tanpa menutupi keburukan sifat manusia, atau hanya menonjolkan sisi baik dalam moralitas. Seluruh kompleksitas kehidupan manusia disuguhkan semuanya sehingga sulit diidentifikasi siapa yang salah dan benar, menang dan kalah. Contohnya adalah seorang Jaime Lannister seorang Kingslayer yang memenggal kepala Raja, Aerys II Targaryen. Pada saat itu jika ia tidak memenggal kepala raja, maka sang raja, melalui prajuritnya, akan mampu membunuh dan membakar semua orang, pada saat terjadi pemberontakan. Jika Aerys II Targaryen tidak memerintahkan membunuh dan membakar maka ia akan mati konyol sebagai seorang raja yang kalah. Semua tindakan tokoh mempunyai pembenarannya masing-masing, mereka juga mengalami penderitaan dan kesenangan yang kompleks. Hal ini juga terwujud dalam circuit of revenge, setiap dendam yang dibalas akan membawa dendam lain yang juga patut dibalas, tidak ketemu siapa yang benar dan salah.
          Kesenian dengan naluri tragedi Yunani merupakan penghargaan atas kehidupan yang sebenarnya: spontan, naluriah, kreatif dan penuh gairah. Sejak Socrates, tragedi Yunani mati, ia telah mengubah kebudayaan Yunani yang estetis menjadi kebudayaan Helenis yang menjemukan. Socrates telah mematikan spontanitas seni dan kehidupan bangsa Yunani dan diubah menjadi sikap hidup yang mengikuti moral baik dan buruk yang notabene mengkastrasi otentisitas subjek, dan menekan kreativitas individu. Dengan moralitas manusia dibentuk supaya menjadi seragam. Manusia tidak menjadi individu melainkan hanya kawanan belaka. Sedangkan estetika mendorong manusia untuk berani berselera menerima kompleksitas kehidupan, tidak seperti manusia moralitas yang menerima apa yang baik dan menolak dan menghindari yang buruk. Hidup estetis menerima semua realitas, memeluk kedukaan, mengalami penderitaan, menguatkan rasa, membina kehidupan, mencapai pembebasan dan mengatakan “ya” pada hidup yang absurd ini. Estetika mengajarkan manusia untuk berani menghadapi kehidupan. Game of Thrones telah mnyajikan kekuatan perasaan penderitaan, kekejaman, kemunafikan, pengkhianatan yang merupakan bagian dari kompleksitas kehidupan yang harus diterima manusia, bukan untuk membuat manusia semakin takut, tetapi untuk membuatnya lebih kuat dan berani dalam menghadapi kehidupan.

Sebuah pertanyaan besar lalu muncul…
Mengapa tragedi Yunani yang dulu sempat mati, bangkit kembali di Amerika?

Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

PAMERAN BUKU INTERNASIONAL

 Elpris     07.38     Esai     No comments   

dimuat di Sindo Jabar, 26 Oktober 2015
Oleh: Anindita S. Thayf

Apa yang ditemukan Zarathustra setelah berkata, "Tuhan telah mati"? Ada dua, yaitu pasar dan monyet. Sejak zaman dulu, pasar berfungsi sebagai tempat jual-beli. Zaman boleh berubah ke era Twitter dan WhatsApp, tetapi fungsi pasar tetap. Jikapun berubah, itu hanya wujud fisik pasar dan produknya. Setelah Tuhan mati, pasarlah yang menjadi berhala baru. Siapakah pemujanya? Tentu saja, para monyet. Zarathustra pun bersabda, "Dahulu kalian monyet dan sekarang pun manusia itu lebih monyet daripada monyet mana pun."

Pertemuan Zarathustra dengan pasar dan monyet terjadi ketika ia tiba di kota. Didapatinya banyak manusia berkumpul di pasar: sebab telah dijanjikan seorang akrobat peniti tambang akan mempertontonkan kebolehannya. Zarathustra lantas berkata, “Apakah arti monyet bagi manusia? Suatu tertawaan atau malu yang perih. Dan demikian pula manusia bagi Manusia-Unggul: suatu tertawaan atau malu yang perih.”

Dalam dunia orientalisme yang dibedah Edward Said, Manusia-Unggul ala Nietzsche diidentifikasinya sebagai si Barat. Di hadapan Barat, orang-orang Timur adalah segerombolan liyan yang bertingkah-laku berkebalikan dari manusia standar Barat atau dengan kata lain ibarat sekumpulan monyet yang liar, rendah, berbahaya dan tidak beradab.

Monyet-monyet dari Timur, tentu saja, telah diadabkan oleh Barat—mereka meyakini proses ini sebagai salah satu “tugas suci”—sebelum kemudian diseleksi yang terbaik untuk dibawa ke Barat dan dipertunjukkan di atas pentas rupa-rupa acara kebudayaan. Para pengunjung, yang sudah tentu orang Barat, lantas akan bertempik sorak usai pertunjukan dan merayakan hasil jerih payah mereka sambil bersulang dan menegak wine. Seiring kemajuan pasar, pentas monyet dari Timur mengalami perubahan pula; dikemas dalam bentuk yang sangat beradab, salah satunya adalah pameran buku internasional.

Pameran buku dalam lanskap kapitalisme bukanlah semata sebuah acara memajang buku-buku buah karya para penulis untuk dipertunjukkan keragaman tema, kedahsyatan pemikiran dan pesona isinya, tapi lebih daripada itu adalah sebuah pasar global para industrialis. Jelaslah, mendapat keuntungan sebesar-besarnya adalah tujuan utama acara semacam ini. Demi mencapainya, sebuah acara “penarik perhatian” dianggap perlu untuk menyedot banyak pengunjung.

Salah satu contoh nyata dimana pameran buku sebagai pasar adalah Frankfrut Book Fair (FBF). Konon, pameran tersebut merupakan yang terbesar dan tertua di planet bumi. Produsen buku dari berbagai dunia bakal berkumpul di sana untuk menawarkan produknya. Buku-buku yang tergolong “laku keras” akan diperebutkan hak ciptanya. Agar acara tersebut tak terkesan komersial belaka, para penulis yang telah diseleksi turut ditampilkan pula. Tahun ini Indonesia adalah Tamu Kehormatan. Buku-buku dan penulis Indonesia akan dipajang di sana sebagai penyemarak acara.
Misterius dan Horor

Selain dilihat dari sudut pandang pasar, pameran buku internasional juga bisa dilihat sebagi bukti bekerjanya orientalisme. Cara Barat memandang Timur selalu terdistorsi ego dan hasrat untuk membedakan sekaligus meninggikan diri sebagai bangsa yang lebih beradab. Seiring kemajuan zaman, pandangan ini tidak terhapus, sebaliknya justru semakin tersebar dan (tanpa sadar) diterima kehadirannya. Masa kolonialisme yang tertinggal di jauh belakang telah dimanfaatkan sedemikian rupa, salah satunya oleh media massa, untuk mengaburkan batasan-batasan antara diri dan liyan, juga untuk menciptakan identitas baru bagi orientalisme berdasarkan minat para turis, industrialis, pemerintah, hingga pecandu buku petualangan eksotis.

Berkat orientalisme, Barat mendapat kekuatannya untuk tegak berdiri di sisi superior. Hal ini, tentu saja, dibantu oleh pengaruh kuat media massa dan para agen yang ada di Timur dalam membentuk “kesadaran” masyarakat lewat pencitraan bahwa Barat adalah surga atau tanah impian atau kemajuan. Hasilnya, timbullah sebentuk pemikiran dangkal di Timur bahwa untuk menjadi “maju” (baca: modern) maka seseorang mesti “di-Barat-kan.”

FBF, dengan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan, bisa digunakan sebagai laboratorium untuk melihat betapa orientalisme masih bekerja. Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, Orientalisme, Edward Said memberikan penjelasan bagaimana Barat menggambarkan Timur, yaitu sebagai tempat yang eksotis, misterius, tak terduga, liar, bahkan belum beradab.

Apa yang dikatakan Said ini bisa dilihat pada pasar FBF yang akan digelar Oktober nanti. Tema besar yang dipilih Indonesia, yaitu 17.000 Islands of Imagination, sudah menggambarkannya. Tentu, kata "imajinasi" dalam tema tersebut disesuaikan dengan penilaian Barat atas Indonesia. Maka, apapun dan siapapun yang terpilih untuk dibawa ke hadapan Barat nanti pastinya dianggap mampu mewakili imajinasi yang hendak dibangun, yaitu mengandung perwujudan Hindia Molek (Mooi Indie) yang eksotis, misterius, dan horor.

Namun, sungguh tidak mungkin membekukan sawah, gunung dan sungai, lengkap dengan semak belukar, hutan perawan dan dedemit penunggunya, sebagai perwujudan Hindia Molek untuk diangkut ke pasar FBF. Sebagai pengganti, ditampilkanlah eksotisme itu dalam salah satu wujudnya: kuliner Nusantara. Tak heran, sejumlah ahli kuliner Indonesia diboyong ke acara tersebut.

Untuk buku, karya-karya yang akan diboyong mungkin bisa diringkas dalam tiga kategori: eksotisme, misterius dan horor. Laskar Pelangi pasti akan dibawa karena jelas mewakili eksotisme Hindia Molek yang disukai calon turis dan diplomat yang hendak berlibur ke negeri ini. Sementara puisi ala Afrizal Malna dan Nirwan Dewanto juga bakal diangkut ke Frankfurt karena misterius—saking misteriusnya, hanya orang-orang tertentu yang mampu memahami—, mengabaikan puisi pemberontakan karya seorang penyair yang hingga kini hilang secara misterius, Wiji Thukul. Tak ketinggalan pula karya bernuansa horor berbaju masalah sosial-sejarah seperti Cantik Itu Luka, sebagai wakil yang tepat untuk menggambarkan bahwa sebagai salah satu negeri di Timur, Indonesia masih percaya pada tahayul, mayat yang bangkit dari kubur dan melakukan balas dendam.

Sebagai Tamu Kehormatan, Indonesia juga telah menyiapkan senjata andalan yang dipercaya mampu menyedot perhatian seantero isi pasar FBF. Senjata andalan tersebut sudah pasti memiliki nilai lebih daripada lainnya. Di sinilah relevansi antara tema besar dengan Peristiwa 1965 terkuak. Sejak jauh hari, Amba dan Pulang, dua novel yang berlatar belakang peristiwa tersebut, telah mendapat perlakuan istimewa, meskipun mengundang banyak protes dari kalangan penulis di tanah air. Tentu saja, Amba dan Pulang dipilih karena dipandang mampu mewakili kemisteriusan sekaligus kehororan Indonesia sebagaimana gambaran Barat atas Timur. Dalam novel tersebut, peristiwa 1965 benar-benar menjadi misteri karena tak diungkap akar dan dalangnya. Dua novel tersebut juga seakan membenarkan pandangan Barat terhadap Timur sebagai bangsa yang masih barbar karena saling bunuh antara penghuninya. Bukti betapa bergairahnya Barat atas hal semacam ini tampak jelas pada sambutan meriah yang mereka berikan kepada film Jagal dan Senyap (juga akan diputar di FBF) yang, dengan telanjang, menggambarkan kebarbaran para monyet dari Timur—pun, tanpa diungkap apa akar dan siapa dalangnya. Dengan adanya karya-karya semacam itulah Barat terselamatkan wajahnya dan bisa menepuk dada karena merasa lebih beradab daripada Timur, walaupun di saat yang sama mereka mengirim para pemuda mereka untuk melakukan pembantaian di Afghanistan, Irak, Libia dan Suriah.***

Diambil dari sumber
https://www.facebook.com/groups/229651897113749/permalink/898874363524829/
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Minggu, 18 Oktober 2015

Invasi Kebudayaan : Dibalik Persaudaraan Jepang-Indonesia

 Elpris     17.58     Esai     No comments   



Korea Selatan, setelah mengalami kemunduran ekonomi yang cukup signifikan pada tahun 1998, pemerintah mengkreasikan sebuah strategi soft power untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi, yang kemudian disebut dengan istilah Hallyu. Ia merupakan strategi dimana produk-produk kultural Korea Selatan diekspor secara masif untuk membangun sendi-sendi ekonomi baru, juga untuk membangun citra negara. Media merupakan ‘senjata’ penyebar yang digunakan untuk menjalankan strategi tersebut, karena sifatnya yang global dan mampu menyebar secara cepat. Dengan demikian produk kultural Korea yang berupa film, drama dan musik mulai dikenal secara luas terutama di Asia, Fenomena ini kemudian disebut dengan gelombang Korea atau Korean Wave. Sebagai soft power, ia digunakan untuk mendongkrak popularitas dan citra Korea Selatan, yang juga menyisipkan kepentingan ekonomi untuk menjual produk-produk industri lain.
Strategi export industri budaya ini juga dilakukan oleh Jepang. Meskipun tidak semasif Korea saat ini, namun Jepang sudah lebih dulu memiliki tradisi penyebaran kebudayaan yang sudah banyak dikenal di kawasan Negara Asia bahkan dunia. Produk industri budaya tersebut antara lain berupa komik anime, film-film kartun maupun superhero. Nama-nama kreator komik Jepang yang paling terkenal antara lain, Akira Toriyama (Dragon Ball), Eichiro Oda (One Piece) dan Masashi Kishimoto (Naruto).
Jepang dan Korea memiliki latar belakang berbeda perihal invasi industri budayanya. Jika Korsel berlatar pemulihan krisis ekonomi, maka motivasi Jepang bisa dirunut dari diskursus historis yang dilancarkannya semenjak perang dunia II. Jepang dahulu punya ambisi mengobarkan perang Asia Timur dengan membebaskan seluruh bangsa Asia dari penjajahan Barat. Jepang juga berambisi mempersatukan Asia dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya di bawah kepemimpinannya. Diskursus inilah yang menjustifikasi praktik penjajahan terhadap Indonesia dengan dalih mengusir penjajah Barat, yakni Belanda. Wacana yang bersiar di tanah jajahan Indonesia antara lain propaganda 3 A, Nipon pemimpin, pelindung dan cahaya Asia. Melaluinya secara kultural, Jepang berperan sebagai saudara tua (older brother) bagi Indonesia, dan bangsa Asia pada umumnya. Seiring berkembangnya zaman, penyebaran diskursus yang awalnya dilakukan melalui penjajahan, sekarang dilakukan melalui berbagai macam produk (industri) budaya Jepang.
Dalam hal industri budaya, Jepang mulai mengepakkan sayapnya ke Negara-negara Asia. Ia mengorientasikan perkembangan kebudayanya ke luar negeri untuk disebarkan sebagai produk konsumsi. Fenomena ini bisa ditunjukkan melalui idol grup AKB48 yang diperlakukan layaknya perusahaan Franchise yang memiliki cabang-cabang berlisensi lintas Negara. Cabang itu kemudian disebut dengan sister grup dari AKB48, antara lain SKE48 (Nagoya), NMB48 (Osaka), HKT48 (Hakata), SNH48 (Shanghai), TPE48 (Taiwan) dan JKT48 (Jakarta). Semuanya tergabung dalam keluarga 48 (48 Family) dengan saudara tua AKB48. Pada 20 Februari 2015 lalu, AKB48 dan JKT48 mengadakan konser kolaborasi di Jakarta bertajuk “Bergandengan Tangan dengan Kakak”. Dalam hal ini, idol grup Indonesia diposisikan sebagai adik perempuan dari Jepang, artinya melalui produk kebudayaannya, Jepang hendak kembali mengkonstruksi dirinya menjadi saudara tua Asia.
Tak hanya di Jakarta sebagai pusat industri budaya di Indonesia, Jepang juga memiliki program sister city dengan menggandeng Yogyakarta sebagai adik perempuan. Sebagai wujud tali persaudaraan tersebut, pada tanggal 3-6 September 2015 di Grha Sabha UGM akan diadakan ‘Jogja Japan Week’. Event tersebut merupakan ruang kontestasi kebudayaan Jepang dan Indonesia. Dalam hal ini, kebudayaan Indonesia yang diwakili Yogyakarta mendapatkan kesempatan bertemu secara kultural dengan kakak perempuannya Jepang. Invasi kebudayaan (saya menyebutnya demikian karena ia dihadirkan dengan sengaja, dan sifatnya massif dan ofensif yang menimbulkan ruang kontestasi kultural antara pihak penerima dan pengirim) datang dengan memunculkan beberapa beberapa kemungkinan antara lain ia menjadi dominan, keduanya saling bernegosiasi, atau budaya kita menjadi oposisi. Jika ia dominan, maka konsekuensinya kita akan menjadi konsumen potensial yang akan menyerap banyak produk budaya Jepang. Kita juga bisa membuka diri dan bernegosiasi dengan budaya Jepang, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai luhur/ketimuran, contohnya kesopan-santunan adalah hal yang tidak bisa ditawar. Sedangkan kemungkinan oposisi adalah kita meresepsi budaya Jepang lalu timbul bentuk-bentuk perlawanan terhadapnya. Mungkin saja resistensinya bisa muncul dari kelompok anak muda yang kreatif membuat meme, seperti gambar Miyabi yang menggunakan kerudung mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Adik perempuan tidak selalu patuh pada kakaknya, bahkan jika ia cengeng sekalipun, karena tangisannya bisa membuat orang tuanya lebih perhatian padanya daripada si kakak, sehingga dominasi menjadi milik sang adik. Namun dalam hal ini, sang kakak akan terus ofensif kepada adiknya karena ia tidak mau posisi kakak yang dirasa lebih tinggi dibalikkan begitu saja. Sang kakak akan terus mempertahankan posisinya dengan terus ofensif, karena pertahanan paling baik adalah dengan menyerang.

Begitulah setidaknya hubungan kultural antara Indonesia dengan Jepang.



Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Hasil Penelitian LPRIS = Blandongan : Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura.

 Elpris     17.42     No comments   


Blandongan : Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura,
oleh Yongky Gigih Prasisko.
Penerbit LPRIS, tahun 2015.

CP Pemesanan buku : 085258180521
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Anak Timor Timur di Indonesia – Helene van Klinken

 Elpris     17.31     Buku Sosial     No comments   


Anak Timor Timur di Indonesia – Helene van Klinken
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1RUVEeXE2ZVRsblU/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Mematahkan Pewarisan Ingatan – Budiawan

 Elpris     17.28     Buku Politik     No comments   


Mematahkan Pewarisan Ingatan – Budiawan
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1MEt5WnQyY2ZfZWs/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Pengakuan Bandit Ekonomi (Buku Kedua) – John Perkins

 Elpris     17.26     Buku Politik     No comments   


Pengakuan Bandit Ekonomi (Buku Kedua) – John Perkins
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1czBNTG5NbVlDeG8/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Buku Pertama) – John Perkins

 Elpris     17.21     Buku Politik     No comments   


Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Buku Pertama) – John Perkins
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1U1RjS2oyR2J1RWs/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Kapital III – Karl Marx

 Elpris     17.17     Buku Sosial     No comments   


Kapital III – Karl Marx
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1VC1TZ3c2QkJVM0U/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Kapital II – Karl Marx

 Elpris     17.13     Buku Sosial     No comments   


Kapital II – Karl Marx
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1U0tZMGtGZ0FpOWc/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

 Elpris     16.18     Seri Kuliah Budaya     No comments   


Seminar Para Pemikir Besar, Wolfgang Iser – The Act of Reading. Hari Rabu, tanggal 25 Maret 2015.
Diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Didokumentasikan oleh Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial. Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1NUN6RTFDZDdlTFk/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Budi Irawanto - Teori Film

 Elpris     16.12     Seri Kuliah Budaya     1 comment   


Seri kuliah teori : Teori Film oleh Budi Irawanto. Selasa 31 Maret 2015. Diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Didokumentasikan oleh LPRIS (Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial). Selamat Belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1b2xUQ3MxTTBXLUU/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

 Elpris     16.08     Seri Kuliah Budaya     No comments   


Kuliah Umum : Masyarakat Manajerialisme, oleh Dr. St. Sunardi. Diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta. Didokumentasikan oleh LPRIS (Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial). Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1U0l3YmRkN3k3UDg/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Rembang Melawan

 Elpris     07.58     Diskusi     No comments   


Diskusi Rembang Melawan : Samin vs Semen. Diselenggarakan oleh Magister Adminstrasi Publik Universitas Gadjah Mada. Didokumentasikan oleh Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial. Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1X1lkTUduOENFZG8/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Friedrich Nietzsche - Nihilisme

 Elpris     07.48     Seri Kuliah Budaya     No comments   




Kuliah Umum – Friedrich Nietzsche oleh Romo Setyo Wibowo, tanggal 28-29 April 2015. Diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat UGM. Didokumentasikan oleh Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial. Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1eGRHai1BSHVJRzg/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Jacques Lacan - Psikoanalisa

 Elpris     07.18     Seri Kuliah Budaya     No comments   



Kuliah Umum : Jacques Lacan dalam Pascastrukturalisme, oleh St. Sunardi. Diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat UGM. Didokumentasikan oleh Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial. Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1VFpTalNnak9RZzg/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Thorstein Veblen - Conspicuous Consumption

 Elpris     07.01     Seri Kuliah Sosial     No comments   



Kuliah teori : Gaya hidup dan Konsumsi (1), oleh Dr. Ratna Noviani. Tanggal 18 Maret 2015. Diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Didokumentasikan oleh LPRIS (Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial). Selamat belajar!

Link download
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1UDNWOWpxRlJLMUE/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Dalih Pembunuhan Massal – John Rossa

 Elpris     06.35     Buku Politik     No comments   


Dalih Pembunuhan Massal – John Rossa
https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1T044SElJTFkwMUU/view?usp=sharing
Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Jahitan di Kursi Tua

 Elpris     06.14     Puisi     No comments   

Oleh Yongky Gigih Prasisko

Menjahit kain dalam temaram yang lanjut
Jarummu kau simpan agar tak menusuk hati cucumu
Rajutan harapanmu selalu kau tunjukan melalui benang

Sampai kapan kau terus menjahit..

Kebayamu yang kusut tak kau tunjukkan pada anak-anakmu
Berjalanmu menandakan kau begitu sulit meninggalkan kasih sayangmu
Keriputmu adalah suatu tanda dari masa lalumu
Nafasmu begitu jelas menghampiri setiap langkah anak-cucumu

Sampai kapan kau duduk di kursi tua..

Rajutanmu telah meninggalkanmu
Ku yakin kau tak berharap sekilaspun
Setelah semua kasih yang kau tuangkan tumpah dan berlalu
Hanya dalam satu ungkapan..
Bu.. saya pamit..
Nek.. saya pamit..
Hanya usapan ikhlas yang sanggup kau sampaikan
Dengan menyimpan beribu tetesan air mata
untuk menyelesaikan kain rajutanmu..

Hampir seabad waktu kau telusuri
Hanya untuk menjahit di kursi tua

Tiap senja kau mengetuk pintu
Nak apa kau ada di rumah?
Tanpa jawaban
Kau mengetuk lagi dengan tongkatmu
Nak nenek bukakan pintu?
Tanpa suara
Kau duduk sepanjang malam menunggu anak-cucumu membukakan pintu
Sampai akhirnya pintu itu terbuka
Sekilas..
Lalu tertutup lagi
Kau lega karena kau telah melihat wajah anakmu yang merangkul cucumu

Genangan air hujan menerima tetesan air mata kasihmu
Kau kembali merajut jahitanmu
Sampai saat itu tiba
Bentakan kata dari anakmu
Pecahan piring dari cucumu
Kau punguti runtuhan kasihmu perlahan
Hingga kau berdarah karena jarum jahitanmu

Nek, sudahlah selesaikan jahitanmu..

Tapi kau merasa masih kuat menjahit
Kau rajut kembali jahitan yang tercerai-berai
Dengan sabar kau memulai dari awal
Perlahan dan perlahan..
Kau merajut dengan gemetar
Kursi tuamu pun sudah reyot
Pertanda kau harus segera berhenti
bukan hanya itu..
berhentilah karena jari-jarimu telah becucuran darah
Jarum itu telah melukaimu

Kau berkata..
“Jahitanku belum selesai
Aku akan berhenti setelah rajutanku menjadi sebuah kenangan utuh
Yang akan kubungkus hanya untuk anak-anakku
Hanya untuk cucu-cucuku”

Hingga akhirnya kursi tua itu telah menjatuhkanmu
Matamu masih berair
Dan jarum itu terjatuh ke tanah
Setetes darahmu menetes bersama jatuhnya
Dengan meninggalkan
Rajutanmu..
Jahitanmu..
Yang masih belum selesai..


Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Mata Lena

 Elpris     05.54     Cerpen     No comments   


Oleh Yongky Gigih Prasisko

Oeek... Oeek... Oeekk..
Hari bahagia itu telah tiba, tangisan yang kutunggu-tunggu selama 29 tahun, akhirnya ia telah lahir dengan nama Annemarie Ning Pitaloka, nama yang diberikan istriku untuk putri pertama kami. Tangannya mungil dan halus ketika menyentuh wajahku, pipinya lembut nan empuk jika kucium, rambutnya hitam ikal, masih tidak lebat, hidungnya kecil seperti kelereng mungil menggelinding di kedua jari telunjuk dan jempolku, kucubit hidungnya pertandan gemas. Betapa bahagianya aku sebagai seorang ayah karena tak melewatkan momen untuk melihatnya pertama kali sesaat setelah dia lahir. Aku taruh dia di samping ibunya, lalu pergi ke toilet hendak membersihkan muka, karena selama semalam aku tidak tidur, menunggu saat kelahiran yang bahagia ini.

Kaca di toilet mencerminkan jelas raut mukaku yang kusut, pucat karena kecapekan. Ahhh air kran mulai membasuh wajahku perlahan-lahan, yang kurasakan hanyalah hambar, tidak dingin tak juga panas. Kulihat lagi wajahku di cermin, masih belum jelas, aku basuh wajahku kedua kalinya, mataku kukedipkan berkali-kali, kusiram lagi mukaku dengan air dan cukup jelas aku melihat kedua mataku di depan cermin. Kemudian aku teringat, “ya, aku belum melihat matanya”. Dalam keadaan yang cukup segar aku bergegas keluar toilet, berlari menuju kamar bersalin, hendak melihat mata Annemarie Ning Pitaloka.
.......................................................
“Kita jalan kaki saja”. Kata Lena
“Perjalanannya bakal lama”
“Ya nanti kita naik busway, semakin lama perjalanan, semakin kita bisa memahami pribadi masing-masing. Kita bisa merasakan berbagai tempat yang berbeda, dan nanti kau akan mengerti bahwa dunia hanya milik kita berdua, orang lain hanya ngontrak dan kost di dunia kita. Itu artinya apa? Jalan kaki lebih romantis”.
“Nanti kau gendong aku kalau kecapekan”
“Ya, nanti sekalian aku carikan keranda biar kau digotong banyak orang, haha”
“Ah, kurang ajar”.

Perjalanannku dengan Lena menuju suatu tempat adalah momen kebersamaan yang jarang aku nikmati. Kita bertemu hanya sebulan sekali, dan itupun hanya satu hari. Bagiku Lena adalah sosok perempuan yang aneh. Sulit sekali aku memahami wanita satu ini. Selama kami berhubungan, meskipun tidak jelas apa sebenarnya bentuk hubungan kami, dia tidak pernah memberikan nomor handphonenya kepadaku, alasannya adalah,
“Lebih baik kita saling mendoakan daripada saling berhubungan dan berbicara hal-hal yang tidak penting lewat handphone” kata Lena.
Aku turuti saja kemauannya. Meskipun sebenarnya aku tahu nomornya tapi aku putuskan untuk tidak menghubunginya, karena bisa berakibat rusaknya hubungan kita. Lena adalah sosok yang ingin bebas, ia sengaja tidak ingin melibatkan banyak orang di dalam hidupnya. Dia adalah orang yang independen, tidak mau bergantung dengan siapapun. Tapi pada suatu saat, dia harus sadar bahwa dia harus berkompromi dengan keadaan, dan bersikap realistis. Inilah tugas dan misiku yang kelak akan menyadarkannya.

Pantai menjadi tujuan perjalanan kami yang ditempuh selama sekitar 5 jam. Selama perjalanan dia cerita tentang banyak hal, mulai dari kawannya, kuliahnya, makanan, pakaian, film, buku bahkan sampai prinsip hidupnya. Dia menganggapku sebagai satu-satunya orang yang bisa mengimbangi celotehannya. Namun satu hal yang tak pernah dia ceritakan kepadaku, yakni keluarganya. Dia hanya bilang bahwa ayahnya adalah seorang wiraswasta, sudah selesai, titik. Nampaknya perkara ini adalah hal yang sensitif baginya. Aku juga tidak menuntut dia untuk cerita, karena aku yakin nanti akan ada suatu momen ketika dia akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepadaku, namun untuk saat ini belum.

Pantai adalah tempat terbuka, cocok sekali untuk sebuah pengakuan, ketika komunikasi antarorang menjadi tidak berjarak, karena semua rahasia sudah akan dibuka ke permukaan. Di pantai semua orang akan bicara rahasia mereka, mulai dari anak kecil yang bisa berteriak dan menangis sekencang-kencangnya, anak remaja yang menyatakan cintanya, bapak-bapak yang pergi dengan selingkuhannya serta aku dan Lena yang tanpa mempunyai bentuk hubngan yang jelas. Setalah kami sampai di bibir pantai, Lena mulai menunjukkan sikap anehnya. Dia begegas pergi ke tepi laut, aku sontak mengejarnya, aku takut dia melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Dia berhenti lalu berdiri di batu karang di pinggir pantai. Aku coba mendekatinya, penasaran dengan apa yang hendak dia lakukan, dan tiba-tiba Lena...
“ANJING KALIAN SEMUA! JANGAN COBA-COBA MENGGANGGU HIDUPKU! AKU SUDAH TIDAK BUTUH PERHATIAN KALIAN! PERGI! JANGAN DEKAT-DEKAT! AKU SUDAH TIDAK PEDULI LAGI! LABIH BAIK KALIAN SEMUA MATI DARIPADA HIDUP MEMBUAT MALU ORANG LAIN! MATI! CEPATLAH MATI! TEMPATMU BUKAN DI DUNIA INI!”

Ah ada apa ini, baru semenit yang lalu dia kelihatan ceria, sekarang sudah berubah 180 derajat. Dia mengakhiri teriakannya dengan menangis, aku menghampiri dan memeluknya. Bajunya sudah mulai basah entah karena cipratan air laut atau karena air matanyanya yang terus mengalir. Kita berdiri di atas batu karang dengan hempasan ombak yang cukup keras, dan kami tidak mempedulikan ombak itu. Semakin keras ombak menghempas batu karang semakin kuat pelukan kami. Cukup lama kami berdiri di sana, aku juga tidak peduli apakah orang lain melihat kami berpelukan di batu karang ini, lalu apa pikiran mereka, terserah. Selang beberapa lama, Lena sudah mulai tenang, aku lepaskan pelukan perlahan-lahan, aku usap air mata di wajahnya, dan dia mulai membuka matanya. Sebuah keindahan tiada tara, ciptaan Tuhan yang sungguh tak pernah aku perhatikan sebelumnya, aku hanya berjarak sejengkal dengan wajahnya, mata Lena sungguh indah.
.........................................................................
Sialan aku bertemuu mata ini lagi, mata Lena menjelma menjadi mata putriku, segera aku kembalikan Annemarie ke sisi ibunya.
“Ayah, kau kenapa? kau tak mau mengendong putrimu?” kata istriku
“Bukan sayang, aku sepertinya kurang tidur, kepalaku pusing, aku mau mencari udara segar di luar. Aku cuma sebentar, nanti aku balik lagi”. Aku langsung bergegas keluar kamar, tanpa mempedulikan reaksi istriku”.
Di taman rumah sakit, aku duduk di bawah pohon sendirian, merenung kembali, mencoba untuk merangkai seluruh pengalaman yang terjadi padaku. Sarinah adalah istriku, Lena adalah masa laluku, Annemarie adalah putriku. Lena sudah pergi, Sarinah sekarang milikku, Annemarie adalah mutiara hidupku. Aku mencintai Sarinah, aku menyayangi Annemarie, tapi aku tidak bisa melupakan Lena. Sarinah bukan Lena, Annemarie juga tidak mungkin Lena. Lalu siapa sebenarnya yang paling aku cintai? Setelah cukup lama aku merangkai pengalamanku, aku tidak kuat menahan rasa kantukku dan akhirnya aku tertidur di bangku taman rumah sakit.
.........................................................................
Setiap hari aku mengirim doa untuk Lena, hal yang sudah lama tidak aku lakukan semenjak Lena menghilang dan tidak lagi berhubungan denganku. Kalau dulu aku berdoa demi hubunganku dengan Lena yang semoga menjadi abadi, begitu juga dengan Lena, meskipun hubungan kami tidak memiliki kejelasan, namun melalui hal-hal yang bukan verbal semuanya dapat menjadi jelas, melalui pengalaman yang tak terkatakan. Namun sekarang aku berdoa untuk Lena, dimanapun dia berada, dengan siapapun dia sekarang, semoga kebahagiaan selalu bersamanya, dan semoga Tuhan selalu memberkatinya. Aku yakin Lena meninggalkanku dulu demi sebuah kebahagiaan yang akan dia kejar, meskipun aku tidak paham apa arti kebahagiaan baginya. Kenyataannya sekarang aku begitu mencintai putriku bukan karena dia memiliki mata seperti Lena, tetapi karena Annemarie adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepadaku, setelah...
Lena.


Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Label

  • Buku Politik
  • Buku Sosial
  • Cerpen
  • Diskusi
  • Esai
  • Puisi
  • Seri Kuliah Budaya
  • Seri Kuliah Sosial

Popular Posts

  • Jacques Lacan - Psikoanalisa
    Kuliah Umum : Jacques Lacan dalam Pascastrukturalisme, oleh St. Sunardi. Diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat UGM. Didokumentasikan ...
  • Friedrich Nietzsche - Nihilisme
    Kuliah Umum – Friedrich Nietzsche oleh Romo Setyo Wibowo, tanggal 28-29 April 2015. Diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat UGM. Didok...
  • Hasil Penelitian LPRIS = Blandongan : Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura.
    Blandongan : Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura, oleh Yongky Gigih Prasisko. Penerbit LPRIS, tahun 2015. CP Pemesanan b...
  • Program Kerja
    LPRIS memiliki program kerja yang dilakukan baik secara periodik maupun insidental, antara lain: Melakukan penelitian, kajian da...
  • Budi Irawanto - Teori Film
    Seri kuliah teori : Teori Film oleh Budi Irawanto. Selasa 31 Maret 2015. Diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Ma...
  • Sinopsis Film Bercermin
    Permata tak ingin menjadi dewasa. Semakin bertambah usianya, membuatnya semakin terasing dan terpenjara. Tetapi mau tidak mau, ia tak...
  • Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Buku Pertama) – John Perkins
    Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Buku Pertama) – John Perkins https://drive.google.com/file/d/0Byu9yVab99m1U1RjS2oyR2J1RWs/view?usp=sha...
  • Medea dan Siti : Potret Perempuan Real dan Palsu
                                                                                                                          Oleh Yongky ...
  • Visi dan Misi
    Visi       : Menjadi sebuah lembaga yang dipercaya masyarakat dalam mengusahakan toleransi     keberagaman dalam kesatuan integrasi. ...
  • PAMERAN BUKU INTERNASIONAL
    dimuat di Sindo Jabar, 26 Oktober 2015 Oleh: Anindita S. Thayf Apa yang ditemukan Zarathustra setelah berkata, "Tuhan telah mati...

Blog Archive

  • ▼  2015 (29)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ▼  Oktober (23)
      • Game of Thrones : Sebuah Kebangkitan Tragedi Yunani
      • PAMERAN BUKU INTERNASIONAL
      • Invasi Kebudayaan : Dibalik Persaudaraan Jepang-In...
      • Hasil Penelitian LPRIS = Blandongan : Perebutan Ku...
      • Anak Timor Timur di Indonesia – Helene van Klinken
      • Mematahkan Pewarisan Ingatan – Budiawan
      • Pengakuan Bandit Ekonomi (Buku Kedua) – John Perkins
      • Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Buku Pertama) – ...
      • Kapital III – Karl Marx
      • Kapital II – Karl Marx
      • Seminar Para Pemikir Besar, Wolfgang Iser – The...
      • Budi Irawanto - Teori Film
      • Kuliah Umum : Masyarakat Manajerialisme, oleh D...
      • Rembang Melawan
      • Friedrich Nietzsche - Nihilisme
      • Jacques Lacan - Psikoanalisa
      • Thorstein Veblen - Conspicuous Consumption
      • Dalih Pembunuhan Massal – John Rossa
      • Jahitan di Kursi Tua
      • Mata Lena
      • Program Kerja
      • Visi dan Misi
      • Latar Lembaga

Mengenai Saya

Foto saya
Elpris
Lihat profil lengkapku
LPRIS. Diberdayakan oleh Blogger.

Lembaga Penelitian Rekonsiliasi dan Integrasi Sosial


Copyright © LPRIS | Powered by Blogger
Design by Hardeep Asrani | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Distributed By Gooyaabi Templates